Posts Tagged ‘kemiskinan’

Laporan ini diajukan sebagai salah satu kelengkapan penilaian

Mata Kuliah Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TRISAKTI

2010

Latar Belakang Masalah

Sejak zaman awal kemerdekaan hingga zaman reformasi, sekarang ini masalah kemiskinan telah menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh Indonesia sebagai Negara Sedang Berkembang. Kemiskinan di Indonesia sudah membudaya dan mendarah daging. Berbagai upaya telah di lakukan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk memberantas. Tidak hanya itu, masyarakat dunia pun mengambil andil yang cukup besar dalam upaya penentasan kemiskinan di Indonesia terbukti dengan adanya program millennium development goals yang merupakan program dari PBB untuk mengentaskan kemiskinan.

Tampaknya setelah sekian puluh tahun berperang melawan kemiskinan kita belum mempunyai grand strategy untuk membebaskan lebih dari 30 juta rakyat Indonesia yang menderita karena tekanan ekonomi. Padahal, kemiskinan harus diatasi secara berkesinambungan dari tahun ke tahun tanpa putus sehingga jumlahnya dikurangi seminimal mungkin.

Fenomena kemisikinan dapat digambarkan dalam bentuk siklus. Siklus ini berawal apabila seseorang itu tidak mampu membuat berbagai modal untuk digunakan dalam kegiatan ekonomi, seperti pendidikan dan juga pembelian alat-alat pengeluaran. Akibat daripada ketiadaan kegiatan ini, produktivitas seseorang itu akan menurun, dan pendapatan juga turut menurun. Keadaan ini berakibat lebih jauh lagi jika orang itu masih belum mampu menciptakan modal tersebut, maka proses ini akan terus berulang sehingga hal serupa berlanjut ke generasi yang akan datang.

Masalah pengentasan kemiskinan itu juga dihadapi oleh kota Jakarta. Meski menyandang predikat sebagai kota besar dan ibu kota negara, ternyata Jakarta masih berkutat dengan masalah besar tersebut.

Sasaran Penulisan

Sasaran penelitian ini adalah masyarakat miskin yang berada di Provinsi D.K.I. Jakarta, Kota Jakarta Barat, Kecamatan Kalideres, Kelurahan Pegadungan, Kampung Maja, Jalan Pintu Air, RT/RW 07/02.

Teoritis

Definisi Kemiskinan

Pengertian kemiskinan sangat beragam, namun belakangan ini pengertian kemiskinan telah mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi (Smeru, 2001).

Menurut Sajogyo (1978) mereka yang disebut miskin kalau pengeluaran-nya kurang dari 320 kg beras di desa dan kurang dari 480 kg beras di kota tiap tahun tiap jiwa. Masyarakat miskin dibagi menjadi tiga kategori, yaotu: miskin, miskin sekali dan sangat miskin.

Berdasarkan hasil penelitian KIKIS (2003) tentang pengertian masyarakat miskin menurut tipologi, ditemukan bahwa: pertama, menurut masyarakat miskin menurut tipologi “miskin perkotaan”, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana orang tidak mempunyai harta benda, pendidikan dan tidak mempunyai hubungan secara leluasa denga pihak-pihak tertentu, seperti: bank, pejabat, pengusaha, dan sebagainya. Kedua, masyarakat miskin pada tipologi “pegunungan” mendefinisikan kemiskinan dalam beberapa cakupan bidang kehidupan, antara lain: kehidupan politik hukum, ekonomi, sosial budaya, dan gender.

Pengertian kemiskinan menurut versi pemerintah juga sangat beragam, antara lain menurut: (1) Menko Kesra (2000), kemiskinan adalah suatu keadaan kekurangan yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang di luar keinginan yang bersangkutan sebagai kejadian yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks yang berinteraksi satu sama lain; (2) BKKBN (KPK, 2002), kemiskinan adalah Jumlah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; tidak mampu makan 2 kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan; (3) BPS (1994) kemiskinan adalah Kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori perkapita perhari; (4) Bappenas (2002), kemiskinan mencakup unsur-unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi, dan sanitasi); (b) kerentanan; (c) ketidakberdayaan; (d) ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya; (5) KPK (2003) mendefinisikan ciri-ciri masyarakat miskin, yaitu: (a) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan (basic need deprivation); (b) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha produktif; (c) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi (inaccessibility); (d) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability); (e) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Menurut Bank Pembangunan Asia (1999) kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia. Setiap orang harus mempunyai akses pada pendidikan dasar dan rawatan kesehatan primer. Rumahtangga miskin mempunyai hak untuk menunjang hidupnya dengan jerih payahnya sendiri, dan mendapat imbalan yang memadai, serta mempunyai perlindungan terhadap gangguan mendadak dari luar. Selain pendapatan dan layanan dasar, individu-individu dan masyarakat juga menjadi miskin jika mereka tidak diberdayakan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menentukan kehidupan mereka. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran: pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan, pekerjaan, dan upah. Ukuran ini harus digunakan untuk mewakili hal-hal yang tidak berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1,5 perhari (Bank Dunia, 2010).

Keragaman definisi tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang ideologis masing-masing penganutnya. Menurut Weber (Swasono, 1987) ideologi bukan hanya menentukan masalah yang dianggap penting, tetapi juga mempengaruhi cara mendefinisikan masalah sosial ekonomis dan bagaimana masalah tersebut diatasi. Ada tiga cara pandang untuk memahami suatu ideologi, yaitu pandangan menurut pemikiran: (1) konservatisme, (2) liberalisme, dan (3) radikalisme.

Pendekatan Penelitian

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

HASIL DAN ANALISA

Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan pada 13 rumah tangga yang dipilih secara acak dengan hasil seperti berikut:

Tabel

NO

RT

Jumlah

Anggota

Rumah

Tangga

Konsumsi/

Bulan/ Kapita

Jarak

Sumber Air

Luas

Rumah

Atap

Rumah

Dinding

Rumah

1 4 1250000 <10m 50m2 asbes tembok
2 3 500000 >10m 6m2 genting triplek
3 5 360000 >10m 12m2 seng tembok
4 5 300000 >10m 45m2 genting tembok
5 3 300000 >10m 10m2 genting tembok
6 4 262500 >10m 15m2 seng triplek
7 4 225000 <10m 9m2 genting bambu
8 4 200000 <10m 60m2 genting tembok
9 3 200000 >10m 12m2 seng kayu
10 5 100000 <10m 16m2 genting kayu
11 6 50000 >10m 30m2 genting bambu
12 6 50000 >10m 16m2 genting bambu

Po = 17 X 100% = 32,69231%

52

P1 = 1 X 2,005988 + 4,203593 + 4,203593

52

= 0,200253

P2 = 1 X 0,804798 + 2,945032 + 2,945032

52

= 0,128747

Indeks Gini

kelompok kons.

Total penduduk Total Pendapatan % penduduk

(Fi)

% pendapatan K%penduduk K%pendapatan

(Yi)

(Yi+Yi-1) Fi*

(Yi+Yi-1)

6 50000 0,115385 0,013167 0,115385 0,013167 0,013167 0,001519
6 50000 0,115385 0,013167 0,230769 0,026333 0,0395 0,004558
5 100000 0,096154 0,026333 0,326923 0,052666 0,078999 0,007596
3 200000 0,057692 0,052666 0,384615 0,105332 0,157999 0,009115
4 200000 0,076923 0,052666 0,461538 0,157999 0,263331 0,020256
4 225000 0,076923 0,05925 0,538462 0,217248 0,375247 0,028865
4 262500 0,076923 0,069124 0,615385 0,286373 0,503621 0,03874
3 300000 0,057692 0,078999 0,673077 0,365372 0,651745 0,037601
5 300000 0,096154 0,078999 0,769231 0,444371 0,809743 0,07786
5 360000 0,096154 0,094799 0,865385 0,539171 0,983542 0,094571
3 500000 0,057692 0,131666 0,923077 0,670836 1,210007 0,069808
4 1250000 0,076923 0,329164 1 1 1,670836 0,128526
52 3797500 1 1 0,519016

Distribusi Timpang GI 0,51016 > 0,5

Analisa

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui:

Po = 32,69231% Penduduk Kampung Maja adalah miskin.

P1 = 0,200253 adalah besarnya poverty gap

P2 = 0,128747 adalah besarnya keparahan kemiskinan/ poverty severity

GI = 0,51016 (distribusi timpang)

Analisa dari Hasil Rekap Kusioner

Kondisi kesehatan, pendidikan dan sosial, sebagian besar masyarakat mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan (ISPA) seperti batuk dan pilek. Kondisi ini sebetulnya menggangu kegiatan sehari-hari namun masyarakat hanya mampu mengabatinya sendiri dengan cara membeli obat dari warung. Juga dapat diketahui bahwa baru 50% lebih masyarakat yang melakukan berobat jalan. Kondisi ini juga di perburuk oleh frekuensi masyarakat yang berobat jalan yang hanya 1 sampai 2 kali saja dan hampir semua tidak pernah rawat inap. Ada nya balita dari umur 1-5 tahun di lingkup masyarakat ini membuat perhatian terhadap kesehatan anak harus lebih ditingkatkan. Kondisi yang lebih baik kita lihat dari banyaknya masyarakat yang telah melahirkan dengan bantuan bidan, tapi tidak demikian dengan pemberian imunisasi pada balita yang tidak disertai dengan pemberian ASI eksklusif. Rendahnya partisipasi sekolah dan banyaknya jumlah putus sekolan dengan alasan tidak ada biaya dengan jenjang pendidikan tertinggi adalah SD memperburuk kondisi masyarakat ini dengan kemampuan baca tulis yang lemah. Kegiatan sehari-hari yang disibukan dengan bekerja bagi kaum laki-lakinya dan mengurus rumah tangga bagi kaum perempuannya. Dimana buruh konstruksi merupakan lahan terbesar dari pekerjaan bagi masyarakat ini. Usia perkawinan yang beragam mulai dari 8 sampai 27 tahun dengan lama kawin 1 sampai 30 tahun. Dan jumlah anak 1 sampai 7 orang dengan rata-rata satu keluarga memiliki 4 orang anak, padahal sebagian besar telah menggunakan KB jenis pil.

Kondisi ekonomi, hampir semua rumah yang ditinggali merupakan rumah kontrakan denga kondisi yang tidak layak meskipun atap sudah banyak yang menggunakan genteng, diding rumah sudah di tembook dan lantai bukan lagi tanah, tapi kesan kotor dan kumuh bisa terlihat jelas oleh kami dengan luas rumah rata-rat 22 meter persegi, jarak pembuangan yang terlalu dekat, penggunaan WC bersama menambah citra sebagai kawasan kumuh. Rata-rata penghasilan per rumah tangga adalah Rp. 1,262,500.00 dan Rp. 336,666.67/orang.

Kondisi infrastruktur dan bantuan pemerintah, infrastruktur cukup baik dari mulai masuknya PLN dan jalan yang tersedia. Tapi hampir tidak pernah ada bantuan pemerintah yang menembus kawasan ini.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Pada data yang telah dianalisa berdasarkan tingkat pendapatan ditemukan bahwa 32% atau 17 orang warga merupakan warga miskin dengan Garis Kemiskinan Rp. 167.000,00. Selain itu ketimpangan distribusi pendapatan adalah timpang.

Rekomendasi Kebijakan

Pada rekomendasi kebijakan tim peneliti menilai perlunya program pengentasan kemiskinan pada daerah tersebut. Karena pada saat survei diketahui bahwa daerah tersebut (kampung maja) jarang mendapatkan bantuan/ program-program pengentasan kemiskinan, program pengentasan kemiskinan yang pernah didapat baru berupa Beras Miskin, sedangkan program kemiskinan lainnya belum pernah menjangjau daerah tersebut. Akan tetapi karena daerah tersebut merupakan daerah pendatang hendaknya pemerintah mendata kembali warga di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Moeis, Jossy. 2007. Kemiskinan, Pemerataaan dan Kebijakan Publik. Modul Semiloka. Progam Studi Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti.